Monday, May 27, 2013

Makalah Porifera, Coelenterata, dan Cacing Vermes | PART II

... a continuation of this post, part one.


3.     Cacing Vermes
Cacing vermes terdiri atas 3 filum berdasarkan rongga tubuhnya yaitu Platyhelminthes, Nemathelminthes, dan, Annelida. Tubuh cacing lunak, tak bercangkang, dan bila cacing tersebut dipotong menjadi dua, maka akan terbentuk dua potongan yang sama, yaitu kiri dan kanan yang disebut simetris bilateral. Cacing ini hidup sebagai parasit pada organisme lain. Hewan ini termasuk triplobastik, yaitu memiliki tiga lapisan kulit, di antaranya adalah ektoderm, yaitu lapisan luar yang akan berkembang menjadi kulit, mesoderm, yaitu lapisan tengah yang akan menjadi otot-otot dan beberapa organ tubuh, ektoderma yaitu lapisan luar yang akan menjadi usus dan alat pencernaan.

3.1. Ciri Morfologi dan Anatomi Platyhelminthes, Nemathelminthes, dan Annelida

3.1.1.      Platyhelminthes
Platyhelminthes berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata platy yang berarti pipih dan helminthes yang berarti cacing. Jadi, Platyhelminthes berarti cacing pipih. Cacing Platyhelminthes ada yang hidup bebas dan ada yang hidup sebagai parasit. Platyhelminthes yang hidup bebas banyak ditemukan di laut, beberapa hidup di air tawar, dan di tempat-tempat yang lembap. Tubuh cacing platyhelminthes lunak dan epidermisnya mempunyai silia. Platyhelminthes yang hidup sebagai parasit mempunyai lapisan kutikula, silia yang hilang jika sudah dewasa, mempunyai alat pengisap, dan mungkin memiliki kait untuk menempel.
Platyhelminthes adalah hewan triploblastik, artinya, sudah mempunyai tiga lapisan tubuh, yaitu ektoderm, mesoderm, dan endoderm. Namun, Platyhelminthes belum mempunyai rongga tubuh (selom). Dengan demikian, cacing pipih termasuk hewan triploblastik aselomata. Sesuai dengan namanya, bentuk cacing ini pipih seperti daun atau seperti pita. Struktur tubuh Cacing pipih memanjang pipih dorsoventral. Bagian tubuh Platyhelminthes dapat dibagi menjadi bagian anterior (depan/kepala), posterior (belakang/ekor), dorsal (punggung), ventral (perut), dan lateral (samping).
Bentuk kepalanya segitiga dan terdapat dua bintik mata yang peka terhadap cahaya yang sering disebut oseli, panjangnya sekitar 2-3 cm. Bagian tubuhnya dibagi menjadi bagian kepala (anterior), ekor (posterior), bagian punggung (dorsal), bagian perut (ventral), dan bagian samping (lateral).
Sama seperti Coelenterata, masuknya oksigen dan keluarnya karbon dioksida pada Plathyhelminthes melalui permukaan tubuhnya. Adapun sistem sarafnya karena sudah mempunyai kepala sehingga mempunyai sistem saraf pusat, yaitu mempunyai ganglion otak berjumlah sepasang yang dihubungkan dengan serabut saraf menyerupai tangga yang terbuat dari tali dan dikenal dengan sistem saraf tangga tali.
Cacing platyhelminthes tidak memiliki sistem peredaran darah. Cacing pipih pernapasannya dilakukan dengan seluruh permukaan tubuh, dan melalui rongga gastrovaskuler. Tubuhnya simetri bilateral.

3.1.2.      Nemathelminthes
Nama Nemathelminthes berasal dari bahasa Latin nematos yang berarti benang dan nelminthes yang berarti cacing, Nemathelminthes berarti cacing benang. Cacing Nemathelminthes sering disebut juga cacing gilig karena cacing ini tidak terbagi menjadi segmen-segmen dan dengan bentuk tubuh yang silindris. Nama lain Nemathelminthes adalah Nematoda.
Cacing Nematoda disebut juga cacing gilig. Tubuh dari cacing ini gilig, tidak bersegmen, kulitnya halus, licin, dan dilapisi oleh kutikula. Apabila dipotong tubuhnya, akan terlihat tubuhnya bersifat bilateral simetris dan termasuk golongan hewan yang triplobastik pseudoselomata. Memiliki sistem pencernaan sempurna dan cairan tubuh pada coelom yang berfungsi sebagai sistem peredaran darah. Phylum Nematoda ini ditemukan di habitat air, tanah lembap, jaringan tumbuhan serta pada cairan dan jaringan hewan lainnya. Menurut Campbell (1998: 602), sekitar 80.000 spesies Nematoda telah diketahui. Nematoda yang ada, jumlahnya 10 kali lipat dari nematoda yang telah diketahui. Ukuran nematoda berkisar dari yang berukuran kurang dari 1 mm hingga lebih dari 1 m. Nematoda ada yang hidup bebas dan juga parasit pada hewan lainnya. Terlihat juga mulut dan anus di dalamnya juga terdapat usus, jadi sistem pencernaannya sudah lengkap. Cacing ini bernapas secara difusi melalui seluruh permukaan tubuh dan memiliki cairan mirip darah sebagai alat transportasi.

3.1.3.      Annelida
Annelida berasal dari kata annulus yang berarti cincin dan oidos yang berarti bentuk. Dari namanya, Annelida dapat disebut sebagai cacing yang bentuk tubuhnya bergelang-gelang atau disebut juga cacing gelang. Jumlah Annelida yang telah dikenal sekitar 15.000 spesies dengan ukuran yang bervariasi, dari yang panjangnya 1 mm hingga 3 m. Umumnya hidup bebas, meskipun ada juga yang bersifat parasit. Cacing ini mempunyai tingkatan lebih tinggi dibanding dengan kedua kelompok cacing yang telah dibahas sebelumnya. Annelida adalah hewan triploblastik yang sudah mempunyai rongga sejati sehingga disebut triploblastik selomata. Annelida mempunyai bentuk tubuh simetri bilateral, dengan tubuh beruas-ruas dan dilapisi lapisan kutikula nonchitinous serta dilengkapi pula oleh sejumlah bristle chitin yang disebut setae. Cacing ini terbagi sesuai dengan ruas-ruas tubuhnya dan satu sama lain dibatasi dengan sekat (septum). Pembuluh darah, sistem saraf, dan sistem ekskresi di setiap segmen saling berhubungan melewati septa. Meskipun demikian, antara ruas satu dan lainnya tetap berhubungan sehingga terlihat bentuk seperti cincin yang terkoordinasi.

3.2.Cara Hidup Platyhelminthes, Nemathelminthes, dam Annelida

3.2.1.      Platyhelminthes
Cacing ini hidup di laut, air tawar, dan tanah yang lembab. Cacing tersebut akan bergerak dengan cepat ke depan di atas lendir dengan cara menggerak-gerakkan sejumlah besar silia yang ada di permukaan ventral. Silia ini akan hilang pada waktu dewasa dan mempunyai alat kait untuk menempel dan alat pengisap. Apabila terapung di air, maka akan berenang dengan gerakan tubuh yang mengombak, yang sangat memungkinkan untuk mencari makan secara aktif. Karena mempunyai mulut, maka makanan masuk dalam mulut di permukaan ventral menuju ke rongga gastrovaskular yang terletak di tengah tubuhnya yang terdapat usus-usus bercabang-cabang membentuk saluran-saluran ke seluruh tubuhnya, sehingga usus tersebut dapat berfungsi untuk mencerna makanan sekaligus untuk mengedarkannya. Karena cacing ini tidak mempunyai lubang anus, maka sisa makanannya keluar melalui lubang yang menjadi jalan masuknya makanan.

3.2.2.      Nemathelminthes
Di antara hewan multiseluler, mungkin hewan ini mempunyai jenis dan individu terbanyak setelah insekta. Cacing Nemathelminthes dapat ditemukan di mana saja. Mungkin, tidak ada kelompok lain yang dapat ditemukan pada semua habitat, seperti halnya cacing ini. Kebanyakan dari cacing Nemathelminthes hidup bebas di air dan di tanah. Cacing yang hidup di tanah kadang-kadang dapat merusak akar tumbuhan. Sebagian jenis lainnya hidup sebagai parasit, baik pada jaringan atau cairan tubuh manusia, hewan, dan tumbuhan. Pada tumbuhan, cacing Nemathelminthes dapat hidup pada akar, biji gandum, getah pohon yang luka. Pada hewan atau manusia, cacing ini dapat hidup di usus, darah, dan organ-organ lain. Telur cacing ini berukuran mikroskopik dan tahan terhadap lingkungan yang kurang baik.

3.2.3.      Annelida
Habitat annelida umumnya berada di dasar laut dan perairan tawar, dan juga ada yang segaian hidup di tanah atau tempat-tempat lembap. Annelida telah memiliki sistem pencernaan yang terdiri atas mulut, faring, kerongkongan (esofagus), usus, dan anus. Sistem peredaran darahnya tertutup karena telah memiliki pembuluh darah. Darah Annelida juga telah mengandung hemoglobin sehingga berwarna merah. Untuk sistem saraf, Annelida memiliki sistem saraf tangga tali.

3.3.Cara Reproduksi Platyhelminthes, Nemathelminthes, dan Annelida

3.3.1.      Platyhelminthes
Reproduksi Platyhelminthes dapat terjadi secara aseksual maupun seksual. Secara aseksual atau vegetatif, yaitu dengan cara pembentukan individu anak dari bagian tubuh individu induknya.
Reproduksi platyhelminthes secara seksual terjadi dengan peleburan sel sperma dan ovum yang menghasilkan zigot. Proses ini terjadi dengan perkawinan silang. Pada umumnya, cacing ini bersifat hermafrodit, yang berarti dalam satu individu terdapat alat kelamin jantan dan betina. Akan tetapi, seperti telah disebutkan, perkawinan hanya terjadi antara dua individu yang berlainan.
Daur hidup salah satu cacing Platyhelminthes yaitu Taenia solium terjadi sebagai berikut. Reproduksi dan daur hidup Taenia solium dimulai dari lepasnya proglotid tua bersama feses dari tubuh manusia. Tiap ruas berisi ribuan telur yang telah dibuahi. Kemudian, ruas-ruas tersebut hancur dan telur yang telah dibuahi bisa tersebar ke mana-mana. Zigot terus berkembang membentuk larva onkosfer di dalam kulit telur. Jika telur termakan babi, kulit telur dicerna dalam usus, dan larva onkosfer menembus usus masuk ke pembuluh darah atau pembuluh limfe dan akhirnya masuk ke otot lurik. Di otot, larva onkosfer berubah menjadi kista yang terus membesar membentuk cacing gelembung (sistiserkus). Pada dinding sistiserkus berkembang skoleks. Jika seseorang memakan daging tersebut yang belum matang, kemungkinan sistiserkus masih hidup. Di dalam usus manusia yang memakannya, skoleks akan keluar dan akan menempel pada dinding usus, sedangkan bagian gelembungnya akan dicerna. Dari “leher”, kemudian akan tumbuh proglotid-proglotid. Selanjutnya, proglotid tua akan menghasilkan telur yang telah dibuahi.

3.3.2.      Nemathelminthes
Semua Nemathelminthes tidak melakukan perkembangbiakan aseksual. Jadi, perkembangbiakannya dilakukan secara seksual. Alat kelamin jantan dan betina terpisah (dioesus, berumah dua). Cacing betina umumnya berukuran lebih besar daripada cacing jantan. Betina dan jantan juga dapat dibedakan dari ekornya. Pada cacing jantan, bagian ekornya (posterior), di dekat lubang anus, terdapat tonjolan yang disebut penial setae yang digunakan untuk kopulasi, sedangkan pada betina tidak ada. Fertilisasi terjadi secara internal dan betina mampu menghasilkan telur sebanyak 100.000 butir atau lebih setiap harinya.

3.3.3.      Annelida
Reproduksi Annelida dilakukan secara seksual. Annelida jantan memiliki organ testis dan Annelida betina memiliki ovarium. Kedua organ bisa terdapat pada satu hewan yang hermafrodit atau terdapat pada individu yang berbeda. Sebagian cacing ini mempunyai jenis kelamin terpisah (diesis, gonokoris), dan sebagian hermaprodit. Umumnya cacing ini menghasilkan larva bersilia yang disebut trokofor.
Pada cacing yang sudah dewasa akan terjadi penebalan epidermis yang disebut klitelum. Alat ini dapat digunakan untuk kopulasi dan akan menghasilkan kelenjar-kelenjar yang membentuk lapisan lendir sangat kuat untuk membentuk kokon, yaitu tempat/wadah telur yang telah dibuahi.
Meskipun Annelida ini bersifat hemaprodit, tetapi pada saat terjadinya pembuahan harus dilakukan pada dua individu dengan saling memberikan sperma yang disimpan dalam reseptakulum seminis. Setelah selesai terjadinya perkawinan, maka kokon akan lepas dan berisi butir-butir telur yang telah dibuahi.

3.4.Klasifikasi Platyhelminthes, Nemathelminthes, dan Annelida

3.4.1.      Platyhelminthes
Platyhelminthes dibedakan menjadi 3 kelas yaitu Turbellaria (cacing bersilia), Trematoda (cacing pipih), dan Cestroda (cacing isap).

a.       Turbellaria
Hewan dari kelas Turbellaria memiliki bentuk tubuh pipih dan memiliki silia (bulu getar). Biasanya hidup di air tawar yang jernih, air laut, atau tempat lembab dan jarang yang bersifat parasit. Beberapa jenis memiliki dua mata dan tanpa alat hisap. Hewan ini mempunyai kemampuan regenerasi yang besar, yaitu dari setiap potongan tubuhnya dapat tumbuh menjadi individu baru. Contoh Turbellaria antara lain Planaria yang berukuran 0,5 – 1,0 cm dan Bipalium yang mempunyai panjang tubuh sampai 60 cm dan hanya keluar di malam hari. Planaria mempunyai kepala berbentuk segitiga. Pada kepala terdapat dua bintik mata yang dapat membedakan intensitas cahaya. Permukaan tubuh Planaria bersilia dan di tengah-tengah bagian tubuh terdapat mulut yang dilekngkapi dengan proboscis (tenggorok yang dapat ditonjolkan keluar). Planaria mempunyai sistem pencernaan yang terdiri dari mulut, faring, dan usus yang bercabang 3 yakni satu cabang ke arah anterior dan 2 cabang ke bagian samping tubuh. Percabangan ini berfungsi untuk peredaran bahan makanan dan memperluas bidang penguapan. Planaria tidak memiliki anus pada saluran pencernaan makanan sehingga sisa makanan yang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut. Planaria sering dimanfaatkan sebagai pakan ikan.

b.      Trematoda
Semua anggota Trematoda hidup sebagai parasit pada Vertebrata baik berupa ektoparasit (pada ikan) maupun sebagai endoparasit. Hewan Trematoda memiliki tubuh yang diliputi kutikula dan tak bersilia. Pada ujung anterior terdapat mulut dengan alat pengisap (sucker) yang dilengkapi kait sehingga disebut cacing isap. Trematoda bersifat hemafrodit. Contoh hewan Trematoda adalah Fasciola hepatica (cacing hati, parasit pada hati domba), Fasciola gigantica (parasit pada hati sapi), Chlonorchis sinensis (cacing hati, parasit pada manusia), Schistosoma mansoni (cacing darah), dan Paragonimus westermani (parasit pada paru-paru manusia, kucing, anjing, dan babi). Daur hidup cacing hati (Fasciola hepatica) adalah sebagai berikut. Cacing dewasa bertelur di dalam saluran atau kantong empedu sapi atau domba. Telur masuk ke saluran pencernaan dan keluar dari tubuh bersama feses. Bila mencapai tempat basah, telur kemudian menetas menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium. Mirasidium kemudian masuk ke dalam tubuh siput air tawar (Lymnea auricularisrubigranosa).
1.      Di dalam tubuh siput ini, mirasidium tumbuh menjadi sporokis dan berada di dalam tubuh siput selama lebih kurang 2 minggu.
2.      Sporokis berkembang menjadi larva yang disebut redia.
3.      Redia akan menuju jaringan tubuh siput dan berkembang menjadi larva berekor yang disebut serkaria. Serkaria dapat menembus jaringan tubuh siput dan keluar berenang dalam air.
4.      Larva kemudian menempel pada rumput dan melepaskan ekornya dan menjadi metaserkaria. Metaserkaria membungkus diri membentuk kista yang dapat bertahan dalam waktu yang lama dengan tetap menempel pada rumput atau tumbuhan air.
5.      Apabila rumput tersebut termakan oleh sapi atau domba, kista pecah dan metaserkaria dapat menembus dinding usus menuju ke dalam hati, saluran empedu, dan menjadi setelah beberapa bulan. Cacing dewasa bertelur kembali dan siklus ini terulang lagi.

c.       Cestoda
Cacing pita memiliki tubuh yang pipih dan dilindungi lapisan kutikula, panjangnya mencapai 2 – 3 m yang terdiri dari bagian kepala (skoleks) dan tubuh (strobila). Kepala dilengkapi alat pengisap berjumlah dua atau lebih. Setiap segmen yang menyusun strobila mengandung alat perkembangbiakan. Makin ke posterior segmen makin melebar. Setiap segmen (proglotid) merupakan satu individu dan bersifat hermafrodit.
Cacing ini biasanya hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata, oleh karena itu tidak mempunyai alat pencernaan. Sistem eksresi terdiri dari saluran pengeluaran yang berakhir dengan sel api. Sistem saraf sama seperti Planaria dan cacing hati, tetapi kurang berkembang. Contoh Cestoda yaitu Taenia saginata (parasit dalam usus manusia), Taenia solium (parasit dalam usus manusia), Choanotaenia infudibulum (parasit dalam usus ayam), Echinococcus granulosus (parasit dalam usus anjing), dan Diphyllobothrium latum (menyerang manusia melalui inang protozoa). Daur hidup Taenia saginata dimulai dari dalam usus manusia yang terdapat proglotid masak yaitu segmen cacing yang mengandung sel telur yang telah dibuahi (embrio). Telur ini kemudian keluar bersama feses. Bila telur termakan sapi dan sampai pada usus akan tumbuh dan berkembang menjadi larva onkoster. Larva kemudian menembus usus dan masuk ke dalam pembuluh darah atau pembuluh limpa, menuju ke otot lurik dan membentuk kista yang disebut sistiserkus bovis (larva cacing). Kista akan membesar dan membentuk gelembung yang disebut sistiserkus. Manusia akan tertular cacing ini apabila memakan daging sapi mentah atau setengah matang. Dinding sistiserkus akan dicerna di lambung sehingga larva dibebaskan. Larva menempel pada usus manusia dengan menggunakan skoleks. Larva kemudian tumbuh membentuk proglotid yang dapat menghasilkan telur. Taenia solium mirip dengan Taenia saginata, bedanya adalah skoleks pada Taenia saginata mempunyai alat pengisap tanpa kait dan inang perantaranya adalah sapi, sedangkan Taenia solium memiliki skoleks dilengkapi dengan kait dan inang perantaranya adalah babi.

3.4.2.      Nemathelminthes
Kelompok Nemathelminthes dibagi atas dua kelas yaitu Nematoda dan Nematophora, kelompok yang merugikan manusia adalah Nematoda oleh karena itu berikut dibahas beberapa contoh Nematoda.

a)      Cacing perut (Ascaris lumbricoides)
Cacing ini hidup sebagai parasit dalam usus manusia dan sering disebut sebagai cacing usus atau cacing gelang, mempunyai panjang sekitar 20 cm, dengan kedua ujungnya meruncing dan berwarna merah muda. Karena hidupnya di dalam usus manusia, maka cacing ini mengisap sari makanan yang ada di dalam usus.
Untuk membedakan antara cacing jantan dan betina, biasanya tubuh cacing jantan berukuran lebih kecil daripada cacing betina dan bagian posterior cacing jantan bengkok. Bagian posterior cacing Ascaris merupakan ujung dengan anus pada sisi ventral. Bagian anteriornya adalah ujung yang lebih kecil dengan tiga bibir yang mengelilingi mulut pada ujungnya dan gigi-gigi kecil pada pinggirnya. Cacing jantan memiliki sepasang alay berbentuk kait yang menyembul dari anus dan disebut spikula. Spikula ini digunakan untuk membuka pori kelamin cacing betina dan memindahkan sperma saat kawin.
Pada penderita cacingan, kadang-kadang cacing ini akan keluar bersama feses (kotoran manusia). Karena suhu badan penderita lebih panas, maka cacing tersebut tidak tahan berada di dalam usus dan akan bergerak keluar, bahkan ada yang keluar melalui kerongkongan. Telur yang telah membentuk embrio mula-mula keluar bersama feses kemudian termakan oleh manusia bersama-sama makanan atau minuman. Selanjutnya, akan menetas di dalam perut manusia dan larva tersebut menuju ke dinding usus masuk dalam pembuluh darah menuju ke jantung. Dari jantung kemudian menuju paru-paru. Larva akan bergerak ke faring/kerongkongan. Apabila larva tersebut tertelan, maka masuk lagi ke dalam usus dan menetap hingga menjadi dewasa. Coba Anda pikirkan bagaimana jika cacing ini sampai ke mata atau otak? Setelah Anda mengetahui daur hidupnya, coba buatlah skema daur hidupnya agar Anda lebih jelas dan mudah untuk mempelajarinya! Bagaimana cara kita menghindari penyakit cacing ini? Usaha yang dapat kita lakukan adalah makan makanan yang bersih, tertutup rapat, agar terhindar dari lalat dan debu yang mengandung telur cacing. Selain itu, kita harus menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh.

b)      Cacing tambang (Ancylostoma duodenale)
Mengapa cacing ini disebut cacing tambang? Pada waktu itu, cacing tersebut banyak menyerang orang-orang yang bekerja di daerah pertambangan yang menginfeksi melalui kulit kaki. Cacing tambang Ancylostoma memiliki ujung anterior melengkung membentuk kasul mulut dengan 1-4 pasang kait kitin atau gigi pada sisi ventralnya. Cacing ini hidup di dalam usus manusia dengan alat kait tersebut untuk mencengkeram dan mengisap darah. Daur hidupnya hampir sama dengan cacing perut, hanya telurnya menetas di tempat yang becek. Apabila ada seseorang yang menginjak tanah tersebut, maka larva akan menempel dan menembus kaki kemudian masuk ke peredaran darah, selanjutnya akan mengalami daur hidup seperti cacing perut. Seseorang yang menderita penyakit cacing ini bisa terserang anemia. Ancylostoma duodenale hidup di Afrika dan Necator americanus hidup di Amerika.

c)      Cacing kremi (Oxyuris vemicularis)
Penyakit ini sering diderita anak-anak kecil. Penyakit ini menyebabkan rasa gatal terus-menerus di sekitar dubur. Gatal-gatal itu disebabkan karena cacing tersebut bertelur di sekitar dubur. Saat bertelur cacing itu akan mengeluarkan zat yang menyebabkan rasa gatal. Apabila digaruk, maka telur tersebut akan menempel pada jari. Jika penderita lupa cuci tangan dan kemudian makan, maka telur akan masuk ke dalam perut kemudian masuk ke dalam usus. Di sinilah telur itu akan menetas menjadi dewasa. Cara penularan seperti ini disebut juga autoinfeksi.

d)     Cacing filaria (Wuchereria bancrofti)
Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti benang maka disebut filaria. Cacing ini menyebabkan penyakit kaki gajah atau elefansiasis. Cacing ini hidup pada pembuluh limfe di kaki. Jika terlalu banyak jumlahnya, dapat menyumbat aliran limfe sehingga kaki menjadi membengkak. Pada saat dewasa, cacing ini menghasilkan telur kemudian akan menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang disebut mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini dapat berpindah ke peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk yang menggigit, maka larva tersebut dapat menembus dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam otot dada nyamuk, kemudian setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat penusuk. Jika nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit ini, demikian seterusnya.

3.4.3.      Annelida

a.       Polygochaeta
Polychaeta berasal dari bahasa Yunani poly (banyak) dan chaeta (seta atau rambut) yang berarti cacing berambut banyak. Kelompok cacing ini berukuran antara 5 – 10 cm dengan warna yang beraneka ragam, umumnya hidup di laut yaitu dalam pasir atau di antara batu-batuan di daerah pasang surut. Tubuh bersegmen-segmen, setiap segmen mempunyai parapodia (kaki bedaging), pada setiap parapodia terdapat seta untuk bergerak kecuali pada segmen terakhir, serta mempunyai alat sensoris yaitu sensor palpus pada ujung depan (kepala). Daerah kepala disebut juga prostomium dan terdiri atas mata, antena, dan sensor palpus tersebut. Reproduksi terjadi melalui perkawinan cacing jantan dan betina yang menghasilkan larva trakofor. Contoh cacing ini adalah Eunice viridis (cacing wawo, hidup di laut Maluku), Lysidice oele (cacing palolo, hidup di Kepulauan Fiji), keduanya dapat dimakan dan mengandung protein yang tinggi. Contoh lain adalah Nereis virens (kelabang laut) dan Arenicola sp.

b.      Oligochatea
Olygochaeta berasal dari bahasa Yunani oligo (sedikit) dan chaeta (seta atau rambut) yang berarti cacing berambut sedikit. Tubuhnya bersegmen, tidak mempunyai parapodia, dan mempunyai beberapa seta pada setiap ruas. Sebagian besar hidup di air tawar atau di darat dan bersifat hermafrodit. Contoh yang mudah kamu temukan adalah Lumbricus terrestris (cacing tanah). Tubuh cacing tanah memiliki segmen berjumlah 15 – 200 buah. Pada setiap segmen terdapat seta kecuali pada segmen pertama dan terakhir. Pada segmen ke-32 sampai segmen ke-37 terdapat klitelum atau sadel yang mengandung kelenjar sebagai alat kopulasi. Cacing tanah bersifat hermafrodit tetapi tidak dapat melakukan pembuahan sendiri. Dua cacing tanah melakukan perkawinan silang dengan menempelkan tubuh secara berlawanan. Alat kelamin jantan mengeluarkan sperma dan diterima klitelum pasangannya untuk membuahi sel telur. Sel telur yang telah dibuahi ditampung di dalam kokon dan dilepaskan dari tubuh cacing.
Cacing tanah bergerak dengan otot longitudinal dan otot sirkuler. Alat eksresinya berupa sepasang nefridia yang terdapat pada setiap segmen dan disebut metanefridia. Pernapasan dilakukan secara difusi menggunakan seluruh permukaan tubuh yang lembab. Sistem peredaran darahnya tertutup dengan plasma darah yang mengandung hemoglobin sehingga berwarna merah. Sistem saraf berupa saraf tangga tali. Makanannya berupa zat-zat organik, dicerna dengan sistem pencernaan makanan yang lengkap yaitu mempunyai mulut, esofagus, tembolok, lambung, usus, dan anus. Cacing ini mempunyai daya regenerasi yang tinggi dan membantu menghancurkan zat organik. Cacing tanah juga makan dengan cara menelan tanah selama menggali. Makanan yang tidak dicerna dibuang melalui anus. Buangan ini dibawa ke permukaan tanah sehingga tampak seperti gundukan kecil. Gundungan ini dinamakan kascing dan menyuburkan tanah. Contoh dari cacing Oligochaeta adalah Pheretima posthurna (cacing tanah), Perichaeta (cacing hutan), dan Tubifex (cacing air).

c.       Hirudinea
Hirudinea meliputi berbagai jenis lintah (hirudo = lintah) yang banyak terdapat di air tawar, air laut, dan di darat. Tubuh pipih dorsoventral dengan permukaan yang ditutupi kutikula dan tidak memiliki parapodia atau seta. Hewan ini memiliki alat pengisap pada bagian ujung anterior dan posterior, pengisap di ujung posterior ukurannya lebih besar. Lintah merupakan hewan hermafrodit, lubang kelamin jantan terletak di depan lubang kelamin betina. Sistem pencernaan terdiri dari mulut, faring, tembolok, lambung, rektum, dan anus. Peredaran darahnya tertutup dan bernapas melalui seluruh permukaan kulit. Alat eksresi berupa nefridium yang terdapat pada setiap segmen. Hewan ini mempunyai kelenjar ludah yang menghasilkan zat hirudin, mengandung bahan anti koagulasi yang dapat mencegah penggumpalan darah. Tak hanya itu, saat mengisap darah Hirudinea juga mengeluarkan zat anestetik yang mengurangi rasa sakit dari penderitanya, sehingga terkadang inangnya tidak sadar darahnya dihisap oleh kelas Hirudinea. Contoh Hirudo medicinalis (lintah) dan Haemadipsa javanica (pacet).

3.5.Peran Platyhelminthes, Nemathelminthes, dan Annelida

3.5.1.      Platyhelminthes
Secara umum, peranan anggota platyhelminthes kurang menguntungkan manusia karena sebagian besar merupakan parasit pada manusia dan hewan, terutama anggota kelas Trematoda dan Cestoda. Namun dalam ekosistem Platyhelminthes berperan sebagai panyusun rantai dan jarring-jaring makanan, yaitu sebagai konsumen.cacing pita merupakan parasit yang hidup di dalam usus inang, cacing pita tidak memiliki mulut ataupun saluran pencernaan.
Cacing pita merupakan hewan hermafrodit karena dalam setiap praglotidnya terdapat ovary dan testis. Proglotid-proglotid yang telah masak, yaitu yang sudah mengandung telur-telur berisi embrio, akan melepaskan diri dari tubuh induknya dan keluar dari tubuh inang bersama feses. Beberapa spesies Platyhelminthes dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan. Salah satu diantaranya adalah genus Schistosoma yang dapat menyebabkan skistosomiasis, penyakit parasit yang ditularkan melalui siput air tawar pada manusia. Apabila cacing tersebut berkembang di tubuh manusia, dapat terjadi kerusakan jaringan dan organ seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal manusia. Kerusakan tersebut disebabkan perkembanganbiakan cacing Schistosoma di dalam tubuh hingga menyebabkan reaksi imunitas. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia. Contoh lainnya adalah Clonorchis sinensis yang menyebabkan infeksi cacing hati pada manusia dan hewan mamalia lainnya. Spesies ini dapat menghisap darah manusia. Pada hewan, infeksi cacing pipih juga dapat ditemukan, misalnya Scutariella didactyla yang menyerang udang jenis Trogocaris dengan cara menghisap cairan tubuh udang tersebut.

3.5.2.      Nemathelminthes
Karena cacing ini hidup sebagai parasit pada makhluk hidup, maka bersifat merugikan kehidupan manusia.

3.5.3.      Annelida
Filum Annelida banyak manfaatnya bagi kehidupan manusia. Beberapa jenis cacing tanah, membantu menyuburkan tanah karena dapat emnguraikan Zat sampah dan membantu aerasi di dalam tanah. Beberapa jenis polychaeta, seperti cacing wawo dan cacing palolo, merupakan sumber protein di daerah Maluku. Sedangkan, golongan hirudenia yang mampu menghasilkan zat anti pembekuan darah, banyak digunakan untuk pengobatan.

3.6. Gambar Platyhelminthes, Nemathelminthes, dan Annelida

3.6.1.      Platyhelminthes

Macam-macam Platyhelminthes:


Struktur tubuh Platyhelminthes




Reproduksi aseksual Platyhelminthes:



Struktur tubuh Fasciola hepatica:




Daur hidup salah satu jenis Platyhelminthes, Fasciola hepatica:



3.6.2.      Nemathelminthes

Struktur tubuh Nemathelminthes, Ancylostoma duodenale:








3.6.3.      Annelida



4.    Sumber

Aryulina, Diah, Choirul Muslim, Syalfinaf Manaf, dan Endang Widi Winarni. Biologi 1: SMA dan MA untuk Kelas X. 2007. Penerbit ESIS: Jakarta.

       









No comments:

Post a Comment