Friday, June 6, 2014

Review: The Curious Case of Benjamin Button

Another review after a break. I watched this on April so yeah, after some time forcing my brain for school stuff I lost a few details about the film so pardon me for the gajeness :(

The Curious Case of Benjamin Button. Udah lamaa banget film ini masuk wishlist gue, tepatnya sejak gue masih kelas 3 SD. Sebagai anak SD kekurangan bahan bacaan, dulu gue demen banget baca Kompas (hahaha). Jadi di bagian Klasika suka ada komik strip Spiderman yang kayaknya masih berlanjut sampe sekarang deh. Nah, sering juga ada review beberapa film dan suatu hari ada film ini. Fix parah sinopsisnya bikin gue penasaran dan pengeeen banget nonton. Tapi yah apa daya, sebagai seorang anak SD yang gak punya uang maupun sarana memadai, gue cuman bisa bilang pengen tapi nontonnya nggak. Barulah ketika gue baru tau torrent kemaren (SUPER TELAT SIH) gue inget lagi akan film ini dan download.

Gak nyesel nunggu 6 tahun buat film ini.



Jadi film ini bercerita tentang seseorang bernama Benjamin yang alur hidupnya kebalik, dia lahir dalam wujud orang tua duluan baru kemudian ketika orang-orang menua, dia justru menjadi semakin muda. Bahkan prolog kayak gini aja sukses bikin gue langsung penasaran mati buat nonton.

Dan ternyata ya emang ga nyesel :') Gue emang bukan tipe-tipe orang yang suka nonton film berantem gitu sih yang ada tokoh musuhnya dan sebagainya. Nah film ini bener-bener menceritakan kehidupan si Benjamin Button, jadi kita disuguhi perjalanan hidupnya dia gitu. Dan menurut gue banyak banget hal yang bisa didapat dari hanya menonton perjalanan hidup seseorang.

Sewaktu lahir, Benjamin dibuang oleh ayahnya dan ditinggalkan di sebuah panti jompo. Dia dirawat oleh Tizzy yang akrab dipanggil oleh Benjamin sebagai 'Mama'. Karena Benjamin tinggal di semacam panti jompo, jadi dia udah berasa salah satu diantara orang-orang tua itu. Lucu aja, orang-orang tersebut satu per satu meninggal dan kamar satu per satu kosong dan Benjamin menyaksikan semuanya. Lalu lambat laun akhirnya dia sadar kalo misalnya pertumbuhan dia terbalik. Ada adegan kocak dimana dia dibawa ke sebuah acara pelayanan gitu dan dia didoakan agar bisa berjalan. Lucu karena dia memang bisa berjalan karena ya emang di umur segitu dia udah seharusnya bisa jalan tapi orang-orang mengira itu sebuah keajaiban. Banyak lagi hal-hal freak tapi lucu di film ini yang gak bisa disebutkan satu-satu karena gue lupa. Tapi yang pasti hal paling keren sepanjang film adalah si Benjamin sendiri yang jadi semakin muda. Ya gimana sih, ngeliat si tokoh utamanya jadi makin keren.. 

Tapi sebenernya inti dari semua cerita itu adalah hubungan antara Benjamin dengan Daisy. Mereka pertama kali ketemu ketika Daisy berumur 6 tahun yang artinya saat itu Benjamin secara fisik berumur 74 tahun. Sebenernya mereka lucu bangeeet tapi sayangnya karena Benjamin terlihat tua banget jadi dia gak pantes kalo deket-deket sama anak kecil :( Terus mereka main bareng-bareng gitu udah kayak kakak adek (padahal fisiknya beda jauh banget umurnya!). Sesuai logika aja, kalo yang satu makin muda dan yang satu makin tua, pastilah akhirnya mereka ketemu ketika umur mereka udah di tengah-tengah kan? Fix banget jadinya sepanjang film gue nungguin kapan mereka sampai di titik ekuivalen (widihh) itu.

Karena kita bisa baca sendiri full spoilernya di Wikipedia gue skip-skip aja ya hoho. Ada beberapa bagian yang berkesan sih di film ini. Ayah dari Benjamin Button sebenernya adalah seorang kaya raya. Bersamaan dengan lahirnya Benjamin, istrinya meninggal dunia. Praktis setelah ia meninggalkan Benjamin, si papanya ini jadi sendirian. Nah menurut gue sih yang terjadi pada kebanyakan orang sama ya, pada akhirnya kita butuh seseorang untuk menemani kita apalagi di usia senja kita. Agak sedih saat papanya mencoba meminta maaf ke Benjamin dan memintanya untuk menerima warisan darinya dan sebagainya. Kemudian ketika 'Mama' Benjamin, Tizzy, meninggal, gue sempet nangis. Itu gila sedih banget apalagi emang cuma Tizzy yang ada buat Benjamin dari awal kehidupan dia. Kemudian adalagi Daisy yang menurut gue hubungannya dengan Benjamin kayak semacam tarik ulur gitu. Tapi kemudian sampailah kita pada satu titik dimana Daisy boleh dibilang ada di lowest point dia dan orang yang ada buat dia ya hanya Benjamin.

Lalu gue menyimpulkan satu pernyataan dari film ini, we all need people to be here forever alongside us and when we have there people we would consider them the best people on earth, someone we love. :')

Ah cheesy bener ah. Oke kembali lagi ke filmnya. Ternyata ending dari film epic ini sendiri so sweet banget.. Bagaikan dua kutub berlawanan, mereka juga berakhir di dua titik yang berlawanan. Setelah cocok di 'titik ekuivalen' tadi, Benjamin mulai tumbuh lebih muda lagi dan Daisy jadi semakin tua. Mereka punya seorang anak perempuan (yang menjadi pembaca dari buku diari Benjamin sejak awal film). Karena itu akhirnya Benjamin memutuskan untuk meninggalkan mereka berdua karena tak sanggup harus hidup bersama sang anak tapi tak bisa menjadi figur seorang ayah yang tepat. Benjamin dan Daisy sempat bertemu lagi ketika Benjamin sudah menjadi seorang remaja 17 tahun. Setelah itu pertemuan mereka kembali terjadi lagi di tempat mereka bertemu, yaitu di panti jompo tempat Benjamin menghabiskan tahun-tahun pertamanya. Hanya saja saat ini Benjamin sudah menjadi seorang balita yang menderita dementia, dia tak ingat siapapun dan menjadi pemberontak. Di tahap ini Daisy akhirnya memutuskan untuk mengurus Benjamin. Di akhir film, Benjamin sekarang sudah tampak seperti bayi kecil sementara Daisy sudah berusia lanjut. Momen dimana Benjamin akhirnya menghembuskan napas terakhir itu keren parah. Selama Daisy mengurus Benjamin muda, Benjamin sama sekali tak tahu siapa dirinya. And then Daisy said.., "And in the spring, 2003, he looked at me. And I knew, that he knew, who I was. And then he closed his eyes, as if to go to sleep." SWEET PARAH.

Yak segitu mungkin review dari guee. Agak ga jelas sih memang kadang gue juga gangerti apa yang gue ketik h3h3h3. Tapi yang pasti, ini film mantep banget untuk ditonton.. Dan btw, gue baru sadar dari film ini kalo Brad Pitt emang seganteng yang orang-orang bilang (?) Biarpun agak mirip Thor sih dia..

The best lines throughout the movie:

Benjamin, we're meant to lose the people we love. How else would we know how important they are to us?
It's funny how sometimes the people we remember the least make the greatest impression on us.
"Would you still love me if I were old and saggy?" "Would you still love me if I were young and had acne? When I'm afraid of what's under the stairs? Or if I end up wetting the bed?"

2 comments: