Ada banyak cerita soal buku yang kali ini.
Jadi sebetulnya ada dua buku yang judulnya mirip, The Achemist karyanya Paulo Coelho, dan The Alchemyst karya Michael Scott. Yang kedua lebih ke arah fiksi yang entertaining tapi yang gue baca adalah yang pertama, yang lebih sarat akan nilai.
Pas gue SMP, di perpustakaan gue itu ada Sang Alkemis, versi Indonesia-nya The Alchemist. Gue gak berminat gitu sama bukunya, karena kok bukan seperti buku yang punya jalan cerita, gue takut kalo itu cuma buku yang isinya renungan-renungan. Gak bisa buat menghibur di waktu luang. Waktu itu di perpustakaan gue yang cover-nya begini:
Sang Alkemis yang dikasih tau Dean |
Jadi sebetulnya Dean, temen sekelas gue pas kelas 8 dan 9 pernah bilang gini, "Na, coba baca ini deh bagus bukunya." Gue lupa dia kasih tau dimana tapi pas gue liat ke perpusnya, gue masih juga gak tertarik.
Dua tahun kemudian, gue menemukan buku ini lagi. Karena gue jadi suka sama bacaan yang filosofis dan semacam itulah, gue jadi niat minjem.
Dan asli, ini keren banget bukunya.
***
Sang Alkemis by Paulo Coelho
[SPOILER ALERT]
Sang Alkemis by Paulo Coelho |
Santiago merupakan seorang gembala dan dia adalah mantan calon pastur. Dia meninggalkan seminari karena keinginannya untuk mengelilingi dunia, dan untuk mengakomodasi keinginannya dia menjadi gembala. Sepanjang cerita Santiago dipanggil 'Si Bocah' dan inilah faktor yang membuat gue malas membacanya sewaktu SMP dulu, karena gue pikir tokohnya tanpa nama dan cerita ini tanpa alur. Nyatanya alur yang disajikan sangat menarik meskipun tidak detail, karena penulis mementingkan maknanya.
Suatu hari Santiago sedang dalam perjalanannya pergi ke suatu toko untuk menjual bulu dombanya dan bertemu dengan putri tukang kain yang ia sukai. Sewaktu Santiago dalam perjalanan dan beristirahat di reruntuhan gereja, ia mendapati bahwa ia memimpikan hal yang sama berulang-ulang: Ia sedang berada di Mesir dan mendapatkan harta yang berlimpah. Akhirnya ia pergi ke Tarifa dan menemui seorang wanita tua yang merupakan seorang gipsi. Dikatakan bahwa ia mampu menafsirkan mimpi. Sang gipsi memberikan syarat untuk memberinya 1/10 harta yang nanti ia dapat dan memberitahu bahwa hartanya ada di piramida di Mesir dan ia harus pergi ke sana. Santiago menerima hal ini dengan malas karena sang gipsi hanya memberi tahu apa yang sudah ia mimpikan, tanpa tafsiran.
Kemudian Santiago dipertemukan dengan seorang raja tua yang bernama Melkisedekh dan raja ini memberinya saran yang sama agar mengejar hartanya di Mesir. Hanya saja Melkisedekh meminta bayaran 1/10 dombanya sebab menurutnya, kita jangan menjanjikan sesuatu dengan apa yang belum kita miliki. Karena jika demikian kita tidak terpacu untuk mendapatkan sesuatu itu. Melkisedekh memberikan petuah yang lebih mumpuni daripada yang diberikan si gipsi di Tarifa dan akhirnya Santiago betul-betul terpacu untuk pergi ke Mesir. Melkisedekh memberikan batu Urim dan Thummim untuk menentukan pilihan Ya atau Tidak.
Sesampainya di Afrika, ia dirampok. Semua hartanya yang didapat dari menjual dombanya dirampok dan akhirnya membawa Santiago untuk bekerja mengumpulkan uang di sebuah toko kristal. Disana ia memajukan toko itu dan akhirnya mendapat cukup uang untuk pergi ke Mesir, menyeberangi gurun dengan rombongan karavan. Di rombongan itu ia bertemu dengan seorang Inggris yang telah bepergian kesana kemari untuk menjadi seorang alkemis, yang menurut gosip telah hidup selama 200 tahun di oasis di Mesir.
Melewati situasi perang suku yang terjadi di gurun, rombongan itu akhirnya sampai di oasis. Di luar dugaan Santiago justru bertemu cinta sejatinya disini. Cinta yang berbicara padanya dalam Bahasa Buana. Ternyata jodohnya bukanlah putri tukang roti itu melainkan seorang gadis gurun yang tinggal di oasis. Di tempat ini Santiago akhirnya memutuskan untuk mengejar Legenda Pribadi-nya. Tetapi sebelum keberangkatannya ia membaca suatu pertanda yang memberitahunya bahwa serombongan pasukan akan datang menyerbu oasis. Ia memberitahukan kabar ini kepada kepala suku dan ternyata ramalannya benar. Ia diangkat menjadi penasihat oasis itu, persis seperti cerita Yusuf di Alkitab.
Kemudian karena tafsirannya, akhirnya ia dapat bertemu sang alkemis. Alkemis itu menetapkan hatinya untuk pergi melanjutkan perjalanan mengejar Legenda Pribadinya dan memberitahu masa depannya jika ia memutuskan tetap menjadi penasihat oasis. Santiago akhirnya pergi setelah ia ingat bahwa cinta tidak menghalanginya menuju Legenda Pribadinya, dan bahwa Fatima, nama gadis gurun itu, pun tidak menghalanginya untuk mengejar Legenda Pribadi-nya. Ia akhirnya bersama dengan sang alkemis pergi ke Mesir.
Sepanjang perjalanan, banyak hal baru yang dipelajari Santiago. Ia belajar mendengarkan hatinya yang berbicara dalam Bahasa Buana. Santiago dan sang alkemis sempat ditahan oleh sepasukan suku. Karena penahanan ini akhirnya Santiago mampu berbicara dengan gurun, angin, dan matahari. Sang alkemis senang karena ia telah menemukan murid yang sempuran.
Setelah dilepas dari penahanan, sang alkemis membawa Santiago untuk singgah ke sebuah rumah biarawan. Disini Santiago akhirnya melihat sang alkemis yang mampu merubah timah menjadi emas. Santiago minta agar diajarkan tapi sang alkemis hanya berkata, "Ini Legenda Pribadi-ku, bukan Legenda Pribadi-mu." Sang alkemis membagi emas itu menjadi empat, satu untuknya, satu untuk Si Bocah, satu untuk si biarawan, dan satu untuk diberikan kepada si biarawan apabila Santiago kembali membutuhkannya. "Apa yang terjadi sekali mungkin hanya terjadi sekali, tapi apa yang terjadi dua kali pasti akan terjadi lagi."
Santiago sampai di piramida di Mesir dan ia kembali membaca pertanda dengan melihat kumbang hitam, tanda kehadiran Tuhan di Mesir. Ia terus menggali sampai ditemukan oleh sekelompok pengungsi dari perang suku. Santiago tidak menjawab dan malah diperiksa oleh pengungsi-pengungsi tersebut yang menemukan emas di tasnya. Para pengungsi mengira bahwa Santiago menyembunyikan lebih banyak emas dan ia dipaksa terus menggali sambil dipukuli. Akhirnya Santiago berteriak bahwa ia mencari hartanya yang ada dalam mimpi (ia telah belajar bahwa ketika kau jujur malah orang akan tidak percaya dan menertawakan).
Seorang kepala rombongan akhirnya meninggalkannya dan menyuruhnya melupakan mimpi itu, ia berkata, "Kamu tidak akan mati. Kamu akan hidup, dan kamu akan belajar bahwa seorang lelaki tidak boleh bodoh. Dua tahun lalu, tepat di sini, aku juga mendapat mimpi yang berulang. Aku bermimpi bahwa aku harus berkelana ke ladang-ladang di Spanyol dan mencari sebuah gereja yang rusak tempat para gembala dan domba-domba tidur. Dalam mimpiku, ada pohon sikamor yang tumbuh di reruntuhan sakristi, dan aku diberitahu bahwa, jika aku menggali akar pohon sikamor itu, aku akan menemukan harta terpendam. Tapi aku tidak begitu bodoh sampai aku mau menyeberangi gurun yang luas hanya untuk mimpi yang datang berulang."
Lalu Santiago ditertawakan, dan Santiago balik menertawakan. Karena dia tahu tempat itu adalah tempat dimana ia pertama kali memimpikan harta di Mesir.
***
Cerita yang sangat bagus. Benar jika dikatakan ini adalah sebuah dongeng; dongeng modern yang menawarkan kepada kita nilai-nilai yang sangat bagus. Kita tau bahwa emas tidak bisa diciptakan dan mungkin tidak ada alkemis di dunia ini, tapi ada petuah nyata disini. Ketika kita begitu menginginkan sesuatu maka alam akan bersatu padu untuk mewujudkan keinginan kita. Gue pernah baca hal ini di blog Raditya Dika dan temen gue, Abner, juga pernah ngomong begini. Kita juga sebaiknya jangan mengabaikan pertanda. Harus lebih perhatian kepada lingkungan sekitar.
Menariknya lagi disini banyak juga diceritakan dongeng, jadi dongeng di dalam dongeng yang berkaitan dengan kisah di Perjanjian Lama. Contohnya cerita Yusuf dan cerita tentang perwira Romawi yang kata-katanya dipakai di misa Gereja Katolik sekarang, "Ya Tuhan saya tidak pantas Tuhan datang kepada saya, tapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh. Amin." Keren. Banget.
Ngomong-ngomong pertanda, apa ini cara Tuhan supaya gue baca ini sekarang dan bukan 2 tahun lalu? Who knows..
Rate 4.9 / 5.0
Aku baru pertama kali sih baca karya Paulo Coelho, tapi sekali baca, langsung jatuh cinta sama Sang Alkemis. Kisahnya ringan dan sederhana, tidak terlalu banyak, namun sarat banget akan makna dan perenungan hidup. Relate banget sama keresahan yang aku alami selama menjalani hidup. Pokoknya da best deh buku yang satu ini.
ReplyDelete