... a continuation of this post, part one.
3.
Cacing Vermes
Cacing vermes terdiri atas 3 filum berdasarkan
rongga tubuhnya yaitu Platyhelminthes, Nemathelminthes,
dan, Annelida. Tubuh cacing
lunak, tak bercangkang, dan bila cacing tersebut dipotong menjadi dua, maka
akan terbentuk dua potongan yang sama, yaitu kiri dan kanan yang disebut
simetris bilateral. Cacing ini hidup sebagai parasit pada organisme lain. Hewan
ini termasuk triplobastik, yaitu memiliki tiga lapisan kulit, di antaranya
adalah ektoderm, yaitu lapisan luar yang akan berkembang menjadi kulit,
mesoderm, yaitu lapisan tengah yang akan menjadi otot-otot dan beberapa organ
tubuh, ektoderma yaitu lapisan luar yang akan menjadi usus dan alat pencernaan.
3.1.
Ciri Morfologi dan Anatomi Platyhelminthes, Nemathelminthes, dan Annelida
3.1.1.
Platyhelminthes
Platyhelminthes berasal dari bahasa
Yunani, yaitu dari kata platy yang berarti pipih dan helminthes yang berarti
cacing. Jadi, Platyhelminthes berarti cacing pipih. Cacing Platyhelminthes ada
yang hidup bebas dan ada yang hidup sebagai parasit. Platyhelminthes yang hidup
bebas banyak ditemukan di laut, beberapa hidup di air tawar, dan di
tempat-tempat yang lembap. Tubuh cacing platyhelminthes lunak dan epidermisnya
mempunyai silia. Platyhelminthes yang hidup sebagai parasit mempunyai lapisan
kutikula, silia yang hilang jika sudah dewasa, mempunyai alat pengisap, dan
mungkin memiliki kait untuk menempel.
Platyhelminthes adalah hewan
triploblastik, artinya, sudah mempunyai tiga lapisan tubuh, yaitu ektoderm, mesoderm,
dan endoderm. Namun, Platyhelminthes belum mempunyai rongga tubuh (selom).
Dengan demikian, cacing pipih termasuk hewan triploblastik aselomata. Sesuai
dengan namanya, bentuk cacing ini pipih seperti daun atau seperti pita.
Struktur tubuh Cacing pipih memanjang pipih dorsoventral. Bagian tubuh
Platyhelminthes dapat dibagi menjadi bagian anterior (depan/kepala), posterior
(belakang/ekor), dorsal (punggung), ventral (perut), dan lateral (samping).
Bentuk kepalanya segitiga dan terdapat
dua bintik mata yang peka terhadap cahaya yang sering disebut oseli, panjangnya
sekitar 2-3 cm. Bagian tubuhnya dibagi menjadi bagian kepala (anterior), ekor
(posterior), bagian punggung (dorsal), bagian perut (ventral), dan bagian
samping (lateral).
Sama seperti Coelenterata, masuknya
oksigen dan keluarnya karbon dioksida pada Plathyhelminthes melalui permukaan
tubuhnya. Adapun sistem sarafnya karena sudah mempunyai kepala sehingga
mempunyai sistem saraf pusat, yaitu mempunyai ganglion otak berjumlah sepasang
yang dihubungkan dengan serabut saraf menyerupai tangga yang terbuat dari tali
dan dikenal dengan sistem saraf tangga tali.
Cacing platyhelminthes tidak memiliki
sistem peredaran darah. Cacing pipih pernapasannya dilakukan dengan seluruh
permukaan tubuh, dan melalui rongga gastrovaskuler. Tubuhnya simetri bilateral.
3.1.2.
Nemathelminthes
Nama Nemathelminthes berasal dari bahasa
Latin nematos yang berarti benang dan nelminthes yang berarti cacing,
Nemathelminthes berarti cacing benang. Cacing Nemathelminthes sering disebut
juga cacing gilig karena cacing ini tidak terbagi menjadi segmen-segmen dan
dengan bentuk tubuh yang silindris. Nama lain Nemathelminthes adalah Nematoda.
Cacing Nematoda disebut juga cacing
gilig. Tubuh dari cacing ini gilig, tidak bersegmen, kulitnya halus, licin, dan
dilapisi oleh kutikula. Apabila dipotong tubuhnya, akan terlihat tubuhnya
bersifat bilateral simetris dan termasuk golongan hewan yang triplobastik
pseudoselomata. Memiliki sistem pencernaan sempurna dan cairan tubuh pada
coelom yang berfungsi sebagai sistem peredaran darah. Phylum Nematoda ini
ditemukan di habitat air, tanah lembap, jaringan tumbuhan serta pada cairan dan
jaringan hewan lainnya. Menurut Campbell (1998: 602), sekitar 80.000 spesies
Nematoda telah diketahui. Nematoda yang ada, jumlahnya 10 kali lipat dari
nematoda yang telah diketahui. Ukuran nematoda berkisar dari yang berukuran
kurang dari 1 mm hingga lebih dari 1 m. Nematoda ada yang hidup bebas dan juga
parasit pada hewan lainnya. Terlihat juga mulut dan anus di dalamnya juga
terdapat usus, jadi sistem pencernaannya sudah lengkap. Cacing ini
bernapas secara difusi melalui seluruh permukaan tubuh dan memiliki cairan
mirip darah sebagai alat transportasi.
3.1.3.
Annelida
Annelida berasal dari kata annulus yang berarti cincin dan oidos yang berarti bentuk. Dari namanya,
Annelida dapat disebut sebagai cacing yang bentuk tubuhnya bergelang-gelang
atau disebut juga cacing gelang. Jumlah Annelida yang telah dikenal sekitar
15.000 spesies dengan ukuran yang bervariasi, dari yang panjangnya 1 mm hingga
3 m. Umumnya hidup bebas, meskipun ada juga yang bersifat parasit. Cacing ini
mempunyai tingkatan lebih tinggi dibanding dengan kedua kelompok cacing yang
telah dibahas sebelumnya. Annelida adalah hewan triploblastik yang sudah
mempunyai rongga sejati sehingga disebut triploblastik selomata. Annelida
mempunyai bentuk tubuh simetri bilateral, dengan tubuh beruas-ruas dan dilapisi
lapisan kutikula nonchitinous serta dilengkapi pula oleh sejumlah bristle chitin yang disebut setae.
Cacing ini terbagi sesuai dengan ruas-ruas tubuhnya dan satu sama lain dibatasi
dengan sekat (septum). Pembuluh darah, sistem saraf, dan sistem ekskresi di
setiap segmen saling berhubungan melewati septa. Meskipun demikian, antara ruas
satu dan lainnya tetap berhubungan sehingga terlihat bentuk seperti cincin yang
terkoordinasi.
3.2.Cara
Hidup Platyhelminthes, Nemathelminthes, dam Annelida
3.2.1.
Platyhelminthes
Cacing ini hidup di laut, air tawar, dan
tanah yang lembab. Cacing tersebut akan bergerak dengan cepat ke depan di atas
lendir dengan cara menggerak-gerakkan sejumlah besar silia yang ada di
permukaan ventral. Silia ini akan hilang pada waktu dewasa dan mempunyai alat
kait untuk menempel dan alat pengisap. Apabila terapung di air, maka akan
berenang dengan gerakan tubuh yang mengombak, yang sangat memungkinkan untuk
mencari makan secara aktif. Karena mempunyai mulut, maka makanan masuk dalam
mulut di permukaan ventral menuju ke rongga gastrovaskular yang terletak di
tengah tubuhnya yang terdapat usus-usus bercabang-cabang membentuk
saluran-saluran ke seluruh tubuhnya, sehingga usus tersebut dapat berfungsi
untuk mencerna makanan sekaligus untuk mengedarkannya. Karena cacing ini tidak
mempunyai lubang anus, maka sisa makanannya keluar melalui lubang yang menjadi
jalan masuknya makanan.
3.2.2.
Nemathelminthes
Di antara hewan multiseluler, mungkin
hewan ini mempunyai jenis dan individu terbanyak setelah insekta. Cacing
Nemathelminthes dapat ditemukan di mana saja. Mungkin, tidak ada kelompok lain
yang dapat ditemukan pada semua habitat, seperti halnya cacing ini. Kebanyakan
dari cacing Nemathelminthes hidup bebas di air dan di tanah. Cacing yang hidup
di tanah kadang-kadang dapat merusak akar tumbuhan. Sebagian jenis lainnya
hidup sebagai parasit, baik pada jaringan atau cairan tubuh manusia, hewan, dan
tumbuhan. Pada tumbuhan, cacing Nemathelminthes dapat hidup pada akar, biji
gandum, getah pohon yang luka. Pada hewan atau manusia, cacing ini dapat hidup
di usus, darah, dan organ-organ lain. Telur cacing ini berukuran mikroskopik
dan tahan terhadap lingkungan yang kurang baik.
3.2.3.
Annelida
Habitat annelida umumnya berada di dasar
laut dan perairan tawar, dan juga ada yang segaian hidup di tanah atau
tempat-tempat lembap. Annelida telah memiliki sistem pencernaan yang terdiri
atas mulut, faring, kerongkongan (esofagus), usus, dan anus. Sistem peredaran
darahnya tertutup karena telah memiliki pembuluh darah. Darah Annelida juga
telah mengandung hemoglobin sehingga berwarna merah. Untuk sistem saraf,
Annelida memiliki sistem saraf tangga tali.
3.3.Cara
Reproduksi Platyhelminthes, Nemathelminthes, dan Annelida
3.3.1.
Platyhelminthes
Reproduksi Platyhelminthes dapat terjadi
secara aseksual maupun seksual. Secara aseksual atau vegetatif, yaitu dengan
cara pembentukan individu anak dari bagian tubuh individu induknya.
Reproduksi platyhelminthes secara
seksual terjadi dengan peleburan sel sperma dan ovum yang menghasilkan zigot.
Proses ini terjadi dengan perkawinan silang. Pada umumnya, cacing ini bersifat
hermafrodit, yang berarti dalam satu individu terdapat alat kelamin jantan dan
betina. Akan tetapi, seperti telah disebutkan, perkawinan hanya terjadi antara
dua individu yang berlainan.
Daur hidup salah satu cacing
Platyhelminthes yaitu Taenia solium terjadi
sebagai berikut. Reproduksi dan daur hidup Taenia solium dimulai dari lepasnya
proglotid tua bersama feses dari tubuh manusia. Tiap ruas berisi ribuan telur
yang telah dibuahi. Kemudian, ruas-ruas tersebut hancur dan telur yang telah
dibuahi bisa tersebar ke mana-mana. Zigot terus berkembang membentuk larva
onkosfer di dalam kulit telur. Jika telur termakan babi, kulit telur dicerna
dalam usus, dan larva onkosfer menembus usus masuk ke pembuluh darah atau
pembuluh limfe dan akhirnya masuk ke otot lurik. Di otot, larva onkosfer
berubah menjadi kista yang terus membesar membentuk cacing gelembung
(sistiserkus). Pada dinding sistiserkus berkembang skoleks. Jika seseorang
memakan daging tersebut yang belum matang, kemungkinan sistiserkus masih hidup.
Di dalam usus manusia yang memakannya, skoleks akan keluar dan akan menempel
pada dinding usus, sedangkan bagian gelembungnya akan dicerna. Dari “leher”,
kemudian akan tumbuh proglotid-proglotid. Selanjutnya, proglotid tua akan
menghasilkan telur yang telah dibuahi.
3.3.2.
Nemathelminthes
Semua Nemathelminthes tidak melakukan
perkembangbiakan aseksual. Jadi, perkembangbiakannya dilakukan secara seksual.
Alat kelamin jantan dan betina terpisah (dioesus, berumah dua). Cacing betina
umumnya berukuran lebih besar daripada cacing jantan. Betina dan jantan juga
dapat dibedakan dari ekornya. Pada cacing jantan, bagian ekornya (posterior),
di dekat lubang anus, terdapat tonjolan yang disebut penial setae yang digunakan untuk kopulasi, sedangkan pada betina
tidak ada. Fertilisasi terjadi secara internal dan betina mampu menghasilkan
telur sebanyak 100.000 butir atau lebih setiap harinya.
3.3.3.
Annelida
Reproduksi Annelida dilakukan secara
seksual. Annelida jantan memiliki organ testis dan Annelida betina memiliki
ovarium. Kedua organ bisa terdapat pada satu hewan yang hermafrodit atau terdapat
pada individu yang berbeda. Sebagian cacing ini mempunyai jenis kelamin
terpisah (diesis, gonokoris), dan sebagian hermaprodit. Umumnya cacing ini
menghasilkan larva bersilia yang disebut trokofor.
Pada cacing yang sudah dewasa akan
terjadi penebalan epidermis yang disebut klitelum.
Alat ini dapat digunakan untuk kopulasi dan akan menghasilkan kelenjar-kelenjar
yang membentuk lapisan lendir sangat kuat untuk membentuk kokon, yaitu
tempat/wadah telur yang telah dibuahi.
Meskipun Annelida ini bersifat hemaprodit,
tetapi pada saat terjadinya pembuahan harus dilakukan pada dua individu dengan
saling memberikan sperma yang disimpan dalam reseptakulum seminis. Setelah
selesai terjadinya perkawinan, maka kokon akan lepas dan berisi butir-butir
telur yang telah dibuahi.
3.4.Klasifikasi
Platyhelminthes, Nemathelminthes, dan Annelida
3.4.1.
Platyhelminthes
Platyhelminthes dibedakan menjadi 3
kelas yaitu Turbellaria (cacing bersilia), Trematoda (cacing pipih), dan
Cestroda (cacing isap).
a.
Turbellaria
Hewan dari kelas Turbellaria memiliki
bentuk tubuh pipih dan memiliki silia (bulu getar). Biasanya hidup di air tawar
yang jernih, air laut, atau tempat lembab dan jarang yang bersifat parasit.
Beberapa jenis memiliki dua mata dan tanpa alat hisap. Hewan ini mempunyai
kemampuan regenerasi yang besar, yaitu dari setiap potongan tubuhnya dapat
tumbuh menjadi individu baru. Contoh Turbellaria antara lain Planaria yang
berukuran 0,5 – 1,0 cm dan Bipalium yang mempunyai panjang tubuh sampai 60 cm
dan hanya keluar di malam hari. Planaria mempunyai kepala berbentuk segitiga.
Pada kepala terdapat dua bintik mata yang dapat membedakan intensitas cahaya.
Permukaan tubuh Planaria bersilia dan di tengah-tengah bagian tubuh terdapat
mulut yang dilekngkapi dengan proboscis (tenggorok yang dapat ditonjolkan
keluar). Planaria mempunyai sistem pencernaan yang terdiri dari mulut, faring,
dan usus yang bercabang 3 yakni satu cabang ke arah anterior dan 2 cabang ke
bagian samping tubuh. Percabangan ini berfungsi untuk peredaran bahan makanan
dan memperluas bidang penguapan. Planaria tidak memiliki anus pada saluran
pencernaan makanan sehingga sisa makanan yang tidak tercerna dikeluarkan
melalui mulut. Planaria sering dimanfaatkan sebagai pakan ikan.
b.
Trematoda
Semua anggota Trematoda hidup sebagai parasit
pada Vertebrata baik berupa ektoparasit (pada ikan) maupun sebagai endoparasit.
Hewan Trematoda memiliki tubuh yang diliputi kutikula dan tak bersilia. Pada
ujung anterior terdapat mulut dengan alat pengisap (sucker) yang dilengkapi
kait sehingga disebut cacing isap. Trematoda bersifat hemafrodit. Contoh hewan
Trematoda adalah Fasciola hepatica (cacing hati, parasit pada hati domba),
Fasciola gigantica (parasit pada hati sapi), Chlonorchis sinensis (cacing hati,
parasit pada manusia), Schistosoma mansoni (cacing darah), dan Paragonimus
westermani (parasit pada paru-paru manusia, kucing, anjing, dan babi). Daur
hidup cacing hati (Fasciola hepatica) adalah sebagai berikut. Cacing dewasa
bertelur di dalam saluran atau kantong empedu sapi atau domba. Telur masuk ke
saluran pencernaan dan keluar dari tubuh bersama feses. Bila mencapai tempat
basah, telur kemudian menetas menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium.
Mirasidium kemudian masuk ke dalam tubuh siput air tawar (Lymnea
auricularisrubigranosa).
1.
Di
dalam tubuh siput ini, mirasidium tumbuh menjadi sporokis dan berada di dalam
tubuh siput selama lebih kurang 2 minggu.
2.
Sporokis
berkembang menjadi larva yang disebut redia.
3.
Redia
akan menuju jaringan tubuh siput dan berkembang menjadi larva berekor yang
disebut serkaria. Serkaria dapat menembus jaringan tubuh siput dan keluar
berenang dalam air.
4.
Larva
kemudian menempel pada rumput dan melepaskan ekornya dan menjadi metaserkaria.
Metaserkaria membungkus diri membentuk kista yang dapat bertahan dalam waktu
yang lama dengan tetap menempel pada rumput atau tumbuhan air.
5.
Apabila
rumput tersebut termakan oleh sapi atau domba, kista pecah dan metaserkaria
dapat menembus dinding usus menuju ke dalam hati, saluran empedu, dan menjadi
setelah beberapa bulan. Cacing dewasa bertelur kembali dan siklus ini terulang
lagi.
c.
Cestoda
Cacing pita memiliki tubuh yang pipih
dan dilindungi lapisan kutikula, panjangnya mencapai 2 – 3 m yang terdiri dari
bagian kepala (skoleks) dan tubuh (strobila). Kepala dilengkapi alat pengisap
berjumlah dua atau lebih. Setiap segmen yang menyusun strobila mengandung alat
perkembangbiakan. Makin ke posterior segmen makin melebar. Setiap segmen
(proglotid) merupakan satu individu dan bersifat hermafrodit.
Cacing ini biasanya hidup sebagai parasit
dalam usus vertebrata, oleh karena itu tidak mempunyai alat pencernaan. Sistem
eksresi terdiri dari saluran pengeluaran yang berakhir dengan sel api. Sistem
saraf sama seperti Planaria dan cacing hati, tetapi kurang berkembang. Contoh
Cestoda yaitu Taenia saginata
(parasit dalam usus manusia), Taenia
solium (parasit dalam usus manusia), Choanotaenia
infudibulum (parasit dalam usus ayam), Echinococcus
granulosus (parasit dalam usus anjing), dan Diphyllobothrium latum (menyerang manusia melalui inang protozoa).
Daur hidup Taenia saginata dimulai dari dalam usus manusia yang terdapat
proglotid masak yaitu segmen cacing yang mengandung sel telur yang telah
dibuahi (embrio). Telur ini kemudian keluar bersama feses. Bila telur termakan
sapi dan sampai pada usus akan tumbuh dan berkembang menjadi larva onkoster.
Larva kemudian menembus usus dan masuk ke dalam pembuluh darah atau pembuluh
limpa, menuju ke otot lurik dan membentuk kista yang disebut sistiserkus bovis
(larva cacing). Kista akan membesar dan membentuk gelembung yang disebut
sistiserkus. Manusia akan tertular cacing ini apabila memakan daging sapi
mentah atau setengah matang. Dinding sistiserkus akan dicerna di lambung
sehingga larva dibebaskan. Larva menempel pada usus manusia dengan menggunakan
skoleks. Larva kemudian tumbuh membentuk proglotid yang dapat menghasilkan
telur. Taenia solium mirip dengan Taenia saginata, bedanya adalah skoleks
pada Taenia saginata mempunyai alat
pengisap tanpa kait dan inang perantaranya adalah sapi, sedangkan Taenia solium memiliki skoleks
dilengkapi dengan kait dan inang perantaranya adalah babi.
3.4.2.
Nemathelminthes
Kelompok
Nemathelminthes dibagi atas dua kelas yaitu Nematoda dan Nematophora, kelompok
yang merugikan manusia adalah Nematoda oleh karena itu berikut dibahas beberapa
contoh Nematoda.
a)
Cacing
perut (Ascaris lumbricoides)
Cacing ini hidup sebagai parasit dalam
usus manusia dan sering disebut sebagai cacing usus atau cacing gelang,
mempunyai panjang sekitar 20 cm, dengan kedua ujungnya meruncing dan berwarna
merah muda. Karena hidupnya di dalam usus manusia, maka cacing ini mengisap
sari makanan yang ada di dalam usus.
Untuk membedakan antara cacing jantan
dan betina, biasanya tubuh cacing jantan berukuran lebih kecil daripada cacing
betina dan bagian posterior cacing jantan bengkok. Bagian posterior cacing Ascaris merupakan ujung dengan anus pada
sisi ventral. Bagian anteriornya adalah ujung yang lebih kecil dengan tiga
bibir yang mengelilingi mulut pada ujungnya dan gigi-gigi kecil pada
pinggirnya. Cacing jantan memiliki sepasang alay berbentuk kait yang menyembul
dari anus dan disebut spikula. Spikula ini digunakan untuk membuka pori kelamin
cacing betina dan memindahkan sperma saat kawin.
Pada penderita cacingan, kadang-kadang
cacing ini akan keluar bersama feses (kotoran manusia). Karena suhu badan
penderita lebih panas, maka cacing tersebut tidak tahan berada di dalam usus
dan akan bergerak keluar, bahkan ada yang keluar melalui kerongkongan. Telur
yang telah membentuk embrio mula-mula keluar bersama feses kemudian termakan
oleh manusia bersama-sama makanan atau minuman. Selanjutnya, akan menetas di
dalam perut manusia dan larva tersebut menuju ke dinding usus masuk dalam
pembuluh darah menuju ke jantung. Dari jantung kemudian menuju paru-paru. Larva
akan bergerak ke faring/kerongkongan. Apabila larva tersebut tertelan, maka
masuk lagi ke dalam usus dan menetap hingga menjadi dewasa. Coba Anda pikirkan
bagaimana jika cacing ini sampai ke mata atau otak? Setelah Anda mengetahui
daur hidupnya, coba buatlah skema daur hidupnya agar Anda lebih jelas dan mudah
untuk mempelajarinya! Bagaimana cara kita menghindari penyakit cacing ini?
Usaha yang dapat kita lakukan adalah makan makanan yang bersih, tertutup rapat,
agar terhindar dari lalat dan debu yang mengandung telur cacing. Selain itu, kita
harus menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh.
b)
Cacing
tambang (Ancylostoma duodenale)
Mengapa cacing ini disebut cacing
tambang? Pada waktu itu, cacing tersebut banyak menyerang orang-orang yang
bekerja di daerah pertambangan yang menginfeksi melalui kulit kaki. Cacing
tambang Ancylostoma memiliki ujung
anterior melengkung membentuk kasul mulut dengan 1-4 pasang kait kitin atau
gigi pada sisi ventralnya. Cacing ini hidup di dalam usus manusia dengan alat
kait tersebut untuk mencengkeram dan mengisap darah. Daur hidupnya hampir sama
dengan cacing perut, hanya telurnya menetas di tempat yang becek. Apabila ada
seseorang yang menginjak tanah tersebut, maka larva akan menempel dan menembus
kaki kemudian masuk ke peredaran darah, selanjutnya akan mengalami daur hidup
seperti cacing perut. Seseorang yang menderita penyakit cacing ini bisa
terserang anemia. Ancylostoma duodenale hidup
di Afrika dan Necator americanus
hidup di Amerika.
c)
Cacing
kremi (Oxyuris vemicularis)
Penyakit ini sering diderita anak-anak
kecil. Penyakit ini menyebabkan rasa gatal terus-menerus di sekitar dubur. Gatal-gatal
itu disebabkan karena cacing tersebut bertelur di sekitar dubur. Saat bertelur
cacing itu akan mengeluarkan zat yang menyebabkan rasa gatal. Apabila digaruk,
maka telur tersebut akan menempel pada jari. Jika penderita lupa cuci tangan
dan kemudian makan, maka telur akan masuk ke dalam perut kemudian masuk ke
dalam usus. Di sinilah telur itu akan menetas menjadi dewasa. Cara penularan
seperti ini disebut juga autoinfeksi.
d)
Cacing
filaria (Wuchereria bancrofti)
Bentuk cacing ini gilig memanjang,
seperti benang maka disebut filaria. Cacing ini menyebabkan penyakit kaki gajah
atau elefansiasis. Cacing ini hidup pada pembuluh limfe di kaki. Jika terlalu
banyak jumlahnya, dapat menyumbat aliran limfe sehingga kaki menjadi
membengkak. Pada saat dewasa, cacing ini menghasilkan telur kemudian akan
menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang disebut mikrofilaria.
Selanjutnya, mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini dapat berpindah ke
peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk yang
menggigit, maka larva tersebut dapat menembus dinding usus nyamuk lalu masuk ke
dalam otot dada nyamuk, kemudian setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan
masuk ke alat penusuk. Jika nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan
tertular penyakit ini, demikian seterusnya.
3.4.3.
Annelida
a.
Polygochaeta
Polychaeta berasal dari bahasa Yunani
poly (banyak) dan chaeta (seta atau rambut) yang berarti cacing berambut
banyak. Kelompok cacing ini berukuran antara 5 – 10 cm dengan warna yang
beraneka ragam, umumnya hidup di laut yaitu dalam pasir atau di antara
batu-batuan di daerah pasang surut. Tubuh bersegmen-segmen, setiap segmen
mempunyai parapodia (kaki bedaging), pada setiap parapodia terdapat seta untuk
bergerak kecuali pada segmen terakhir, serta mempunyai alat sensoris yaitu
sensor palpus pada ujung depan (kepala). Daerah kepala disebut juga prostomium
dan terdiri atas mata, antena, dan sensor palpus tersebut. Reproduksi terjadi
melalui perkawinan cacing jantan dan betina yang menghasilkan larva trakofor.
Contoh cacing ini adalah Eunice viridis
(cacing wawo, hidup di laut Maluku), Lysidice
oele (cacing palolo, hidup di Kepulauan Fiji), keduanya dapat dimakan dan
mengandung protein yang tinggi. Contoh lain adalah Nereis virens (kelabang laut) dan Arenicola sp.
b.
Oligochatea
Olygochaeta berasal dari bahasa Yunani
oligo (sedikit) dan chaeta (seta atau rambut) yang berarti cacing berambut
sedikit. Tubuhnya bersegmen, tidak mempunyai parapodia, dan mempunyai beberapa
seta pada setiap ruas. Sebagian besar hidup di air tawar atau di darat dan
bersifat hermafrodit. Contoh yang mudah kamu temukan adalah Lumbricus
terrestris (cacing tanah). Tubuh cacing tanah memiliki segmen berjumlah 15 –
200 buah. Pada setiap segmen terdapat seta kecuali pada segmen pertama dan
terakhir. Pada segmen ke-32 sampai segmen ke-37 terdapat klitelum atau sadel
yang mengandung kelenjar sebagai alat kopulasi. Cacing tanah bersifat
hermafrodit tetapi tidak dapat melakukan pembuahan sendiri. Dua cacing tanah
melakukan perkawinan silang dengan menempelkan tubuh secara berlawanan. Alat
kelamin jantan mengeluarkan sperma dan diterima klitelum pasangannya untuk
membuahi sel telur. Sel telur yang telah dibuahi ditampung di dalam kokon dan
dilepaskan dari tubuh cacing.
Cacing tanah bergerak dengan otot
longitudinal dan otot sirkuler. Alat eksresinya berupa sepasang nefridia yang
terdapat pada setiap segmen dan disebut metanefridia. Pernapasan dilakukan secara
difusi menggunakan seluruh permukaan tubuh yang lembab. Sistem peredaran
darahnya tertutup dengan plasma darah yang mengandung hemoglobin sehingga
berwarna merah. Sistem saraf berupa saraf tangga tali. Makanannya berupa
zat-zat organik, dicerna dengan sistem pencernaan makanan yang lengkap yaitu
mempunyai mulut, esofagus, tembolok, lambung, usus, dan anus. Cacing ini
mempunyai daya regenerasi yang tinggi dan membantu menghancurkan zat organik. Cacing
tanah juga makan dengan cara menelan tanah selama menggali. Makanan yang tidak
dicerna dibuang melalui anus. Buangan ini dibawa ke permukaan tanah sehingga
tampak seperti gundukan kecil. Gundungan ini dinamakan kascing dan menyuburkan
tanah. Contoh dari cacing Oligochaeta adalah Pheretima posthurna (cacing tanah), Perichaeta (cacing hutan), dan Tubifex
(cacing air).
c.
Hirudinea
Hirudinea meliputi berbagai jenis lintah
(hirudo = lintah) yang banyak terdapat di air tawar, air laut, dan di darat.
Tubuh pipih dorsoventral dengan permukaan yang ditutupi kutikula dan tidak
memiliki parapodia atau seta. Hewan ini memiliki alat pengisap pada bagian
ujung anterior dan posterior, pengisap di ujung posterior ukurannya lebih
besar. Lintah merupakan hewan hermafrodit, lubang kelamin jantan terletak di
depan lubang kelamin betina. Sistem pencernaan terdiri dari mulut, faring,
tembolok, lambung, rektum, dan anus. Peredaran darahnya tertutup dan bernapas
melalui seluruh permukaan kulit. Alat eksresi berupa nefridium yang terdapat
pada setiap segmen. Hewan ini mempunyai kelenjar ludah yang menghasilkan zat
hirudin, mengandung bahan anti koagulasi yang dapat mencegah penggumpalan
darah. Tak hanya itu, saat mengisap darah Hirudinea juga mengeluarkan zat
anestetik yang mengurangi rasa sakit dari penderitanya, sehingga terkadang inangnya
tidak sadar darahnya dihisap oleh kelas Hirudinea. Contoh Hirudo medicinalis (lintah) dan Haemadipsa
javanica (pacet).
3.5.Peran
Platyhelminthes, Nemathelminthes, dan Annelida
3.5.1.
Platyhelminthes
Secara
umum, peranan anggota platyhelminthes kurang menguntungkan manusia karena
sebagian besar merupakan parasit pada manusia dan hewan, terutama anggota kelas
Trematoda dan Cestoda. Namun dalam ekosistem Platyhelminthes berperan sebagai
panyusun rantai dan jarring-jaring makanan, yaitu sebagai konsumen.cacing pita
merupakan parasit yang hidup di dalam usus inang, cacing pita tidak memiliki
mulut ataupun saluran pencernaan.
Cacing
pita merupakan hewan hermafrodit karena dalam setiap praglotidnya terdapat
ovary dan testis. Proglotid-proglotid yang telah masak, yaitu yang sudah
mengandung telur-telur berisi embrio, akan melepaskan diri dari tubuh induknya
dan keluar dari tubuh inang bersama feses. Beberapa spesies Platyhelminthes
dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan. Salah satu diantaranya
adalah genus Schistosoma yang dapat menyebabkan skistosomiasis, penyakit
parasit yang ditularkan melalui siput air tawar pada manusia. Apabila cacing
tersebut berkembang di tubuh manusia, dapat terjadi kerusakan jaringan dan
organ seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal manusia. Kerusakan
tersebut disebabkan perkembanganbiakan cacing Schistosoma di dalam tubuh hingga
menyebabkan reaksi imunitas. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit endemik
di Indonesia. Contoh lainnya adalah Clonorchis
sinensis yang menyebabkan infeksi cacing hati pada manusia dan hewan
mamalia lainnya. Spesies ini dapat menghisap darah manusia. Pada hewan, infeksi
cacing pipih juga dapat ditemukan, misalnya Scutariella
didactyla yang menyerang udang jenis Trogocaris dengan cara menghisap
cairan tubuh udang tersebut.
3.5.2.
Nemathelminthes
Karena cacing ini hidup sebagai parasit
pada makhluk hidup, maka bersifat merugikan kehidupan manusia.
3.5.3.
Annelida
Filum Annelida banyak manfaatnya bagi
kehidupan manusia. Beberapa jenis cacing tanah, membantu menyuburkan tanah
karena dapat emnguraikan Zat sampah dan membantu aerasi di dalam tanah.
Beberapa jenis polychaeta, seperti cacing wawo dan cacing palolo, merupakan
sumber protein di daerah Maluku. Sedangkan, golongan hirudenia yang mampu
menghasilkan zat anti pembekuan darah, banyak digunakan untuk pengobatan.
3.6.
Gambar Platyhelminthes, Nemathelminthes, dan Annelida
3.6.1.
Platyhelminthes
Macam-macam
Platyhelminthes:
Struktur
tubuh Platyhelminthes
Reproduksi
aseksual Platyhelminthes:
Struktur
tubuh Fasciola hepatica:
Daur
hidup salah satu jenis Platyhelminthes, Fasciola
hepatica:
3.6.2.
Nemathelminthes
Struktur tubuh Nemathelminthes,
Ancylostoma duodenale:
3.6.3.
Annelida
4.
Sumber
Aryulina, Diah, Choirul Muslim, Syalfinaf
Manaf, dan Endang Widi Winarni. Biologi
1: SMA dan MA untuk Kelas X. 2007. Penerbit ESIS: Jakarta.
No comments:
Post a Comment